Senin, 01 April 2013

Manusia dan kebudayaan


Budaya Tanding yang Bisa Meramal

Senin, 1 April 2013 | 00:47 WIB
ARDUS M SAWEGA
Suasana Pameran Seni Rupa Wayang Beber, Antara Inspirasi dan Transformasi, di Balai Soedjatmoko Solo, 25 Maret-1 April 2013. Dua lukisan memanjang di atas, "Pesugiha" dan "Satria Sejati", adalah karya Indiria Maharsi
Wayang beber yang kuna bisa menjadi wahana kritik sosial yang aktual dan menyengat. Di tangan pelukis Nasirun, lewat karyanya ”Rebutan Kursi Tanpa Isi”—plesetan dari frase Jawa ”rebutan balung (tulang) tanpa isi”, perilaku masyarakat sekarang ini, terutama di elite politik kita, cenderung lupa diri. Saling berebut dan haus kekuasaan, tetapi abai akan amanahnya, dan tega mengorbankan orang lain secara keji.
Karya tunggal Nasirun dalam Pameran Seni Rupa Wayang Beber di Balai Soedjatmoko Solo, 25 Maret-1April 2013, itu seakan ”ramalan” akan masa depan. Di bagian tengah lukisan bergaya abstrak figuratif yang mengambil stilisasi wayang dengan dominasi warna merah ini; sesosok raja raksasa tampak murka lantaran seluruh tubuhnya terjilat oleh kobaran api. Seorang perempuan cantik–entah siapa–justru menyeret kursi singgasana yang terbakar ke arahnya.
Mengacu ilmu othak-athik-gathuk (logika orang Jawa), tak luput kalau orang mengaitkannya dengan kebakaran yang melalap gedung Sekretariat Negara di lingkungan Istana Negara, 21 Maret 2013. Nasirun menciptakan karyanya itu beberapa hari sebelum peristiwa. Di depan raksasa berwarna biru tadi para punggawa yang tampak panik menghadang serbuan warga bersenjata; mereka disangka mau menjungkalkan sang penguasa. Di ujung sana, Sengkuni ikut memprovokasi. Dari sini, orang pun bebas berasosiasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar